Tangerang mediarakyatnusantara.online, - Upaya pembungkaman awak media atau Dugaan tindakan penghalangan kerja jurnalis kembali terjadi. Seorang wartawan yang hendak melakukan peliputan kegiatan proyek pemerintah di kawasan Perumahan Cluster NewGraha Mekar Sari Indah RT 09 RW 03, Desa mekarsari Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang, mendapat larangan keras dari oknum ketua RT berinisial ARN.(30/10/2025).
Kejadian tersebut bermula ketika wartawan datang ke lokasi proyek untuk melakukan liputan resmi. Sebelum memasuki area perumahan, wartawan terlebih dahulu meminta izin kepada pihak security setempat. Petugas keamanan kemudian melakukan koordinasi melalui sambungan telepon dengan ketua RT ARN, yang diketahui sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja.
“Bentar yah, Pak, saya konfirmasi dulu kepada pimpinan saya, yaitu ketua RT,” ungkap salah satu petugas keamanan perumahan tersebut.
Setelah dihubungi, oknum ketua RT ARN melalui sambungan telepon pertama menyampaikan kepada awak media,
“Sebentar, Pak, saya konfirmasi dulu ke pihak dewan,” katanya.
Namun, pada panggilan kedua, ketua RT tersebut justru menyatakan penolakan tegas terhadap kehadiran wartawan.
“Saya tidak memperbolehkan pihak wartawan masuk untuk melihat pekerjaan tersebut, karena saya sudah mengetahui perihal ketinggian, ketebalan, dan semua sudah sesuai spek,” ujar ARN melalui telepon.
Tindakan pelarangan terhadap kerja jurnalistik ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menegaskan bahwa kegiatan jurnalistik dilindungi oleh hukum.
Landasan Hukum: Hak Jurnalis Dilindungi Undang-Undang
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan:
“Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.”
Sedangkan pada Pasal 18 ayat (1) ditegaskan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Dengan demikian, tindakan oknum ketua RT ARN yang melarang wartawan meliput kegiatan proyek pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan menghalangi kerja jurnalistik dan berpotensi melanggar hukum.
Menanggapi peristiwa tersebut, Harry Wibowo, selaku Dewan Pakar Forum Pers Independent Indonesia (FPII) menyampaikan kecaman keras atas tindakan oknum ketua RT tersebut.
“Kami dari FPII mengutuk keras tindakan yang dilakukan oleh oknum ketua RT di Rajeg. Wartawan bekerja berdasarkan undang-undang dan memiliki hak untuk melakukan peliputan di wilayah publik, terlebih jika terkait proyek pemerintah yang menggunakan anggaran negara,” tegas Harry Wibowo.
Harry juga meminta pihak Kepala Desa Mekarsari, Camat Rajeg, serta pemerintah daerah Kabupaten Tangerang untuk menindaklanjuti dan memberikan sanksi tegas terhadap oknum tersebut agar kejadian serupa tidak terulang.
“Kami mendesak aparat pemerintah untuk menindak tegas oknum yang mencoba membungkam kerja jurnalistik. Kebebasan pers adalah pilar demokrasi dan dijamin konstitusi,” tambahnya.
Kegiatan jurnalistik merupakan bagian dari kontrol sosial untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas publik. Upaya menghalangi wartawan meliput kegiatan proyek pemerintah, baik dengan alasan pribadi maupun kepentingan kelompok tertentu, adalah tindakan yang melanggar hukum dan mencederai kebebasan pers di Indonesia.
(Yanto gondrong)
